Mari Kita tingkatkan kebersamaan dalam membangun, dengan tidak mengesampingkan adat-budaya kita !!

Jumat, 02 Juni 2017

Saya Indonesia, Saya PANCASILA...!!!

 
Saya Indonesia, Saya Pancasila.... Jayalah Pancasila...

Dengan memeperingati momen Hari Lahirnya Pancasila, saya merasa bangga tahun ini merupakan sinyal awal bangkitnya semangat dan pengamalan Pancasila yang hampir punah di Indonesia. bagaimana tidak, Sejak Tahun 1994-an pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) serta GBHN sudah mulai luntur, dan sejak itu pula nilai-nilai ideologi Pancasila di sejak dini sudah mulai bergeser atau (sengaja) digeser. Tak ayal, para pemuda pemudi pada masa kekinian sudah semakin tak bermoral.
melalui kesempatan ini, saya kembali rindu dengan Pengamalan dan Penghayatan Pancasila, atau dulu dikenal setiap awal masuk Pendidikan selalu diberikan Penataran P4 untuk membina nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bertanah air.
Berikut butir-butir Pancasila sebagaimana Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila bagi warga negaranya, yang kemudian
ketetapan ini dicabut dengan Tap MPR no. I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila, sebagai berikut :


I. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA
  1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
  2. Manusia Indonesia percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai agama dan kepercayaan masing-masing atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Mengembangkan sikap saling hormat-menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  4. Membina kerukunan hidup antar sesama umat agama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  5. Agama dan kepercayaan adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa
  6. Mengembangkan sikap saling menghormati menjalankan kebebasan beribadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing.
  7. Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
II. SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
  1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Mengakui persamaan derajat,  hak dan kewajiban asasi setiap manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama,  jenis kelamin, warna kulit, dan sebagainya.
  3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
  4. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepa selira.
  5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena kepada orang lain.
  6. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
  7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
  9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
  10. Mengembangkan sikap saling hormat-menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
III. SILA PERSATUAN INDONESIA
  1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan serta kepentingan bangsa dan Negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan .
  2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara
  3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
  4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
  5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
  6. Mengembangkan persatuan  Indonesia atas dasar Bhineka Tunggal Ika.
  7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
IV. SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN
  1. Sebagai warga Negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
  2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
  3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
  4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
  5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
  6. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
  7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi atau golongan.
  8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat sesuai dengan hati nurani yang jujur.
  9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan matabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
  10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan.
V. SILA KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
  1. Mengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan susasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
  2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
  3. Menjaga keseimbangan atara hak dan kewajiban.
  4. Menghormati hak orang lain.
  5. Suka memberikan pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
  6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
  7. Tidak menggunakan hak milik untuk untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
  8. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bertentangan dengan atau  kepentingan umum.
  9. Suka bekerja keras.
  10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
  11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang  merata dan keadilan sosial.
 

Selasa, 26 Agustus 2014

BAHASA MAANYAN

 "UMUR" bukan "UMBUR"



Kali ini membahas mengenai bunyi bahasa (fonem) dalam bahasa Dayak Maanyan, khususnya yang berhubungan dan atau mengandung huruf "M" dan "N".
Seringkali kita mendengar perkataan / logat bahasa (fonem) orang-orang yang bukan asli Maanyan sangat berbeda dengan logat / pengucapan orang yang memang asli sejak lahir berbahasa Maanyan.
Bahkan ironisnya; dalam penulisan bahasa Maanyan pun tidak jarang kita menjumpai beberapa kata dalam bahasa Maanyan yang disesuaikan dengan fonem yang salah tersebut, contohnya:
  • AMAH; (seharusnya bukan) ditulis  AMBAH, artinya = Ayah, bapak.
  • AMAI; (seharusnya bukan) ditulis AMBAI, artinya = Naik, masuk ke dalam rumah.
  • UMA,; (seharusnya bukan) ditulis UMBA, artinya = Ikut
  • ENEI; (seharusnya bukan) ditulis ENDEI, artinya = Bawa bersama.
  • UNUR; (seharusnya bukan) ditulis UNDUR, artinya = Usir (secara kasar).
  • ANAI; (seharusnya bukan) ditulis ANDAI, artinya = Sangrai, sangan (setengah kering untuk memisahkan minyak dari daging)
  • AMUNG; (seharusnya bukan) ditulis AMBUNG, artinya = Lambung, melempar keatas.

Setelah kita menyimak beberapa kata diatas, berarti seharusnya setiap kata bahasa dalam bahasa Maanyan yang demikian baik dalam pengucapannya maupun dalam penulisannya (yang mengandung huruf "M" dan "N" ditengah kata) janganlah ditambah menjadi ( "...MB.." atau "..ND.."), karena jika demikian (ditambah), maka beberapa kata dalam bahasa Indonesia juga harus ditambah; seperti:
  • SUMUR = SUMBUR;
  • KAMAR = KAMBAR;
  • UMUR = UMBUR;
  • KAMERA = KAMBERA

Jadi, jelas bukan..??
Bahasa Maanyan itu bukanlah sulit, jika kita memahaminya (bukan menghafal)...

Selain beberapa kata diatas, ada juga fonem yang lain yang cara pengucapannya sama seperti "..M.." dan "..N.." yaitu "..NG.." dan "..NY.."
Dalam bahasa Dayak Maanyan tiga hal tersebut yang mendasar diperhatikan dalam pengucapannya. Semua fonem itu biasanya terletak ditengah kata, contoh kata yang menggunakan fonem tersebut :
  • PANGANG, artinya PANGGANG
  • PANYANG, artinya PANJANG
  • PUNGUNG, artinya PUNGGUNG
  • SANGA, artinya SANGGA
Jadi demikianlah sementara yang dapat saya bagi (share) untuk saudara, semoga tulisan ini bermanfaat sedikitnya bagi anda yang ingin memahami bahasa Maanyan lebih jelas serta menambah wawasan kita semua... demikian jika ada kekurangan ataupun kesalahan dalam tulisan ini, mohon agar dilengkapi dan dikritik... terima kasih..





Senin, 25 Juni 2012

TRADISI WARGA DAYAK MA'ANYAN

-->
Tradisi Orang Dayak Ma’anyan
Berikut tradisi turun-temurun orang Ma’anyan yang seharusnya tetap dilestarikan dan yang hampir terlupakan, tradisi yang berkaitan dengan usaha/kegiatan kebutuhan hidup masyarakat ;
1)      NGANYUH MU’AU / IPANGANDRAU
Untuk memenuhi kebutuhan hidup,  orang Dayak Ma’anyan bercocok-tanam dengan berladang dan mayoritas daerah perbukitan dengan ketinggian sedang dan berpindah-pindah setelah lahan sudah tidak menghasilkan. Lalu diganti dengan perkebunan, yaitu KARET.
Dalam tradisi berladang orang Dayak Ma’anyan, ada yang hampir terlupakan dan bahkan saat ini sudah ada yang tidak melaksanakan tradisi tersebut; yakni NGANYUH MU’AU / PANGANDRAU.
Nganyuh Mu’au atau Ipangandrau dilaksanakan orang Ma’anyan ketika mereka memulai menabur bibit padi. Disini terlihat kebersamaan suku Dayak Ma’anyan khususnya, dimana masyarakat secara bersama-sama turut dalam menabur benih salah satu keluarga atau tetangga bahkan dari desa berbeda yang biasanya selesai pada hari itu juga oleh orang yang jumlahnya banyak tersebut.
Adapun kebiasaan yang dilakukan, yaitu beberapa orang laki-laki membawa EHEK (alat dari kayu untuk melobangi tanah yang kemudian di tabur benih) berjalan didepan yang di komando/dipimpin  oleh seorang PANGAYAK, yaitu orang yang memimpin gerakan menanam benih ini agar tertib dengan kaidah-kaidah menurut adat yang biasanya dari keluarga yang melaksanakan kegiatan NGANYUH ini. Sedangkan para perempuannya berjalan dibelakang dengan membawa BAJUT (sebuah wadah dari anyaman digunakan sebagai tempat WINI / benih) dan dengan tertib menabur benih tadi kedalam lobang EHEK yang dibuat oleh para pria tadi.
Setelah sampai waktunya untuk beristirahat, maka warga yang membantu dalam kegiatan tersebutpun disuguhi dengan berbagai penganan khas suku Ma’anyan; seperti BUBUR WADAI, KALUWIT, dan banyak lagi hingga makan siang.
Ada suatu tempat tepat ditengah-tengah ladang/ UME yang tidak boleh ditanami dengan benih, yang disebut; “PANGKAT PALANUNGKAI”, luasnya sekitar 4 meter persegi. Tempat ini diyakini secara turun-temurun adalah tempat para dewi padi untuk menjaga ladang tersebut dari gangguan binatang/hama yang dapat merusak padi setelah tumbuhnya, sehingga hasil tanam lebih baik dan maksimal.
Setelah satu hari penuh telah dilaksanakan gotong-royong pada UME salah satu warga, maka hari berikutnya setelah ditentukan sebelumnya dilanjutkan ke UME warga yang lainnya, demikian seterusnya secara bergantian sampai masa tanam selesai.
Itulah tradisi Suku Dayak Ma’anyan yang disebut “NGANYUH MU’AU” atau juga sering disebut “IPANGANDRAU”
-->Untuk melihat tradisi ini, anda bisa mengunjungi desa-desa di pedalaman Barito Timur sekarang, secara contoh; anda bisa menjumpai tradisi tersebut di Kecamatan Paju Epat, seperti di Desa Murutuwu, Telangsiong, Balawa dan sekitarnya.

2)      NIKEP-NUHAK-NARIUK
      Tradisi ini biasa ramai-ramai dilakukan masyarakat suku Dayak Maanyan ketika musim kemarau tiba.